Senin, 28 Juni 2010

Intisari

INTISARI AGAMA BUDDHA
Merupakan karya tulis Ven. Narada Mahathera
dengan judul asli “ Buddhism in Nutshell.”
Penerbit : Yayasan Dhamma Phala, Semarang



APAKAH SUATU AGAMA

Agama Buddha tidak menuntut kepercayaan membuta dari para pengikutnya. Sang Buddha menegaskan ajarannya untuk datang dan membuktikan kebenaran itu jadi tidak menuntut untuk percaya secara membuta bagi pengikutnya. Kepercayaan membuta disingkirkan dan diganti dengan suatu keyakinan yang berdasarkan pada pengetahuan, yang dalam bahasa Pali disebut Saddha. Keyakinan seorang umat terhadap Sang Buddha adalah seperti keyakinan orang sakit terhadap dokter yang merawatnya atau seorang murid terhadap guru yang arif bijaksana. Seorang Buddhis mencari perlindungan pada Sang Buddha karena Beliaulah yang telah menemukan jalan kebebasan. Seorang Buddhis tidak mencari perlindungan pada Sang Buddha dengan harapan bahwa ia akan dapat diselamatkan melalui kesucian Beliau. Sang Buddha tidak memberikan jaminan demikian. Karena seorang Buddha tidak dapat membersihkan kekotoran – kekotoran batin orang lain. Seseorang tidak dapat membuat suci orang lain ataupun membuat kotor orang lain. Yang dimaksud Aku berlindung kepada Buddha adalah sifat – sifat mulia. Beliau harus kita punyai didalam diri kita. Beliau Maha Bijaksana jadi kalau kita memiliki kebijaksanaan berarti mengerti dengan jelas mana yang benar dan salah, baik dan buruk, kotor dan bersih, Sukkha dan Dukkha akhirnya mengikuti jalan yang terang, bersih, baik yang membawa kebahagiaan baik bagi diri sendiri maupun demi untuk makhluk yang lainnya. Beliau Maha Suci yang mana kita memiliki pikiran yang bersih jernih didalam menghadapi problem dan masalah, jangan menggunakan emosi dan perasaan yang mengotori pikiran kita sendiri. Sifat inilah yang akan menjadi pelindung kita yang sejati. Beliau memiliki Maha Sati. Kalau kita selalu memiliki kewaspadaan dan berhati – hati terhadap semua aktifitas pikiran, ucapan dan perbuatan dan kita mampu menyeleksi yang positif dan negatif. Lalu menyetop hal – hal yang negatif dan mengembangkan yang positif. Inilah yang dikatakan oleh Umat Buddha. “ Buddham Saranam Gacchami “.

Siapa saja yang memiliki kebijaksanaan, ketenangan ( pikiran bersih ) dan selalu ingat dan waspada didalam pikirannya sendiri. Disinilah Sang Buddha melindungi kita semua.

Sebagai seorang guru, Sang Buddha mengajar kita, tetapi kita sendirilah yang bertanggung jawab atas kesucian diri kita. Walaupun seorang Buddhis mencari perlindungan pada Sang Buddha, namun ia tidak dapat melakukan penyerahan diri dan tidak perlu mengorbankan kebebasan pikirannya dengan menjadi pengikut Sang Buddha. Ia dapat mempergunakan kehendak bebasnya dan mengembangkan pengetahuannya bahkan sampai dapat menjadi seorang Buddha.

Titik tolak agama Buddha adalah penalaran atau pengertian benar, yang dalam bahasa Pali disebut Samma-ditthi.

Kepada para pencari kebenaran, Sang Buddha bersabda : “ Janganlah menerima sesuatu hanya karena cerita orang ( dengan berpikir bahwa hal itu telah kita dengar sejak lama ). Jangan menerima sesuatu hanya karena tradisi ( dengan berpikir bahwa hal itu telah diwariskan turun temurun ). Jangan menerima sesuatu atas dasar kabar angin ( dengan mempercayai apa yang telah dikatakan orang lain tanpa menyelidikinya ). Jangan menerima sesuatu hanya karena perkiraan. Jangan menerima sesuatu hanya karena kesimpulan. Jangan menerima sesuatu hanya karena pertimbangan nalar. Jangan menerima sesuatu hanya karena hal itu sesuai dengan gagasan yang telah dibayangkan sebelumnya. Jangan menerima sesuatu hanya karena hal tampaknya dapat diterima ( dengan berpikir bahwa karena si pembicara adalah orang yang baik, maka kata – katanya harus diterima ). Jangan menerima sesuatu dari seorang pertapa ( guru ) dan karenanya kita patut menerima kata – katanya “.

Bila engkau ( Anda ) mengetahui dan yakin bahwa hal – hal itu tidak bermoral, tercela, dikecam oleh para bijaksana, bila dilakukan dan dilaksanakan akan membawa kericuhan dan kesedihan, maka tentu saja engkau ( Anda ) harus menolak hal – hal tersebut. Inilah yang dikatakan tidak beragama karena bertentangan dengan tujuan semua agama.

Apabila engkau ( Anda ) mengetahui dan yakin, bahwa ini bermoral, tidak tercela, dipuji oleh para bijaksana ; bila dilakukan dan dilaksanakan akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan, maka engkau ( Anda ) harus bertindak sesuai dengannya, karena sesuai dengan tujuan agama. Agama bertujuan dan menunjukkan jalan didunia dan jalan menuju ke sorga supaya mereka yang mengikuti jalannya bisa mendapatkan kehidupan yang bahagia dan sejahtera baik di dunia maupun di akhirat.

Sampai sekarang sabda – sabda Sang Buddha ini masih menyimpan kekuatan dan kesegarannya yang asli.

Walapun tak ada kepercayaan yang membuta, tetapi orang akan bertanya, apa artinya patung dalam agama Buddha ?

Umat Buddha tidak memuja patung ( rupam ) dengan harapan untuk memperoleh keuntungan duniawi atau rohani, tetapi mereka menghormat apa yang dilambangkannya.

Dengan mempersembahkan bunga – bunga dan dupa dihadapan Buddha rupam, seorang Buddhis yang memiliki pengertian, akan merasa dirinya berhadapan dengan Sang Buddha sendiri dan dengan cara demikian ia mengharapkan memperoleh inspirasi dari kepribadian Sang Buddha. Pohon Bodhi juga merupakan lambang Penerangan Sempurna. Obyek – obyek penghormatan luar ini tidak mutlak perlu, tetapi mereka berguna karena dapat dipakai untuk memusatkan pikiran. Seorang yang sudah maju batinnya tidak perlu mempergunakan obyek – obyek luar tersebut, karena ia sudah dapat memusatkan perhatiannya dan menggambarkan Sang Buddha dalam batinnya.

Demi kebaikkan kita sendiri dan karena rasa syukur yang tak terhingga maka kita melakukan penghormatan luar seperti itu. Tetapi apa yang diharapkan oleh Sang Buddha dari para siswa-Nya bukanlah penghormatan semacam itu, melainkan pelaksanaan ajaran – ajaran Beliau dalam kehidupan sehari – hari. Sang Buddha bersabda : “ Ia yang melaksanakan ajaran – ajaran-Ku dengan baik berarti ia menghormati-Ku “.

Selain itu, perlu kiranya dicamkan bahwa, dalam agama Buddha tak ada permohonan atau doa – doa perantara. Betapapun seringnya kita berdoa pada Sang Buddha kita tak dapat diselamatkan-Nya. Sang Buddha tidak menjanjikan hadiah kepada mereka yang berdoa kepada-Nya. Agama Buddha mengajarkan meditasi yang dapat mengakibatkan pengendalian diri, penyucian dan penerangan batin. Meditasi bukan berdiam diri melamun atau mengosongkan pikiran. Meditasi adalah memusatkan pikiran. Sang Buddha tidak hanya menyatakan betapa sia – sianya doa – doa persembahan, tetapi Beliau juga mencela perbudakan mental. Seorang umat Buddha tidak seharusnya berdoa untuk keselamatannya, tetapi harus berusaha sendiri sekuat tenaga untuk mencapai kebebasan.

APAKAH AGAMA BUDDHA SEMACAM SISTEM ETIKA

Jalan menuju kebahagiaan yang ditunjukkan oleh Sang Buddha, adalah Sila, Samadhi dan Panna jadi tak perlu lagi diragukan bahwa agama Buddha berisi kaidah etika yng luhur yang tak ada bandingnya dalam kesempurnaan dan pengabdian tanpa pamrih. Etika agama Buddha berhubungan dengan cara hidup para Bhikkhu dan cara hidup umat awam. Tetapi agama Buddha bukan semata – mata ajaran moralitas biasa. Moralitas hanya merupakan permulaan dari Jalan Kesucian untuk mencapai tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Walau moralitas penting, namun moralitas itu sendiri tidak cukup untuk mencapai kebebasan. Moralitas harus didukung dengan kebijaksanaan ( panna ). Dasar agama Buddha adalah moralitas, dan kebijaksanaan adalah puncaknya.

Dalam melaksanakan moralitas ; seorang Buddhis tidak boleh hanya memperhatikan dirinya sendiri, tetapi juga harus memperhatikan makhluk – makhluk lain, tidak terkecuali binatang – binatang. Dalam agama Buddha, moralitas tidak didasarkan atas suatu wahyu atau merupakan hasil rekaan seorang pandai. Moralitas adalah suatu aturan yang berdasarkan fakta – fakta yang dapat dibuktikan pada pengalaman sendiri.

Perlu ditegaskan bahwa tidak ada suatu kekuatan adikodrati apapun yang ikut ambil bagian dalam pembentukan sifat seorang Buddhis. Dalam agama Buddha tak ada orang yang memberi anugrah atau hukuman. Penderitaan dan kebahagiaan merupakan akibat dari perbuatan sendiri. Pernyataan tentang mendatangkan kesenangan atau kemurkaan seorang dewa tidak pernah terpikirkan oleh seorang Buddhis. Bukan harapan akan pahala atau rasa takut akan siksaan – siksaan yang mendorong ia untuk berbuat baik atau menahan diri dari perbuatan jahat. Seorang umat Buddha sadar akan akibat – akibat yang akan ia terima. Ia menahan diri dari perbuatan jahat karena perbuatan tersebut menghambat perkembangan batinnya dan ia berbuat baik karena hal itu membantu lajunya pencapaian Penerangan Sempurna ( bodhi ).

Untuk dapat mengerti betapa tingginya tingkat moral yang diharapkan oleh Sang Buddha dari para pengikut-Nya maka kita perlu membaca kitab Dhammapada, Sigalovada Sutta, Vyaggapajja Sutta, Mangala Sutta, Karaniya Sutta, Parabhava Sutta, Vassala Sutta, Dhammika Sutta, dan lain – lain.

Sebagai suatu ajaran moral, agama Buddha melampaui semua sistem etika lainnya, namun moralitas hanya permulaan, bukan merupakan tujuan agama Buddha.

Dalam satu arti agama Buddha bukan suatu filsafat, dalam arti lain agama Buddha adalah filsafat daripada filsafat – filsafat. Dalam satu arti agama Buddha bukan suatu agama, dalam arti lain adalah agama daripada agama – agama.

Agama Buddha bukan sesuatu yang metafisik atau ritualistis, tidak skeptis ataupun dogmatis, bukan penyiksaan diri ataupun pemuasan dalam kesenangan indria, tidak pesimis ataupun optimis, bukan keabadian ( eternalis ) ataupun pemusnahan ( nihilis ), bukan mutlak duniawi ataupun mutlak di atas duniawi. Agama Buddha adalah suatu Jalan Penerangan Sempurna yang unik.

Istilah asli untuk agama Buddha dalam bahasa Pali adalah Dhamma, yang secara harfiah berarti apa yang mendukung. Tak ada padanan dalam bahasa Indonesia yang dapat menerangkan arti istilah Pali tersebut secara tepat.

Dhamma adalah apa yang nyata. Ia adalah ajaran kebenaran. Ia adalah suatu jalan menuju kebebasan dari penderitaan dan kebebasan itu sendiri. Apakah para Buddha muncul di dunia atau tidak, Dhamma tetap ada. Dhamma tidak terlihat oleh mata orang bodoh, sampai seorang Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memahami-Nya dan mengajarkan kepada dunia atas dasar kasih sayang-Nya yang tak terbatas.

Dhamma bukan sesuatu yang berada di luar diri kita tetapi berhubungan erat dengan diri sendiri. Sebagaimana telah dikatakan oleh Sang Buddha : “ Jadilah pulau bagi dirimu sendiri. Jadilah perlindungan bagi dirimu sendiri. Berdiamlah dengan Dhamma sebagai sebuah pulau, dengan Dhamma sebagai suatu perlindungan. Janganlah mencari perlindungan di luar dirimu “. ( Maha Parinibbana Sutta ).

Dari uraian diatas jelaslah, bahwa agama Buddha adalah ajaran untuk mencapai Kebebasan, pengembangan pribadi ke arah Kesempurnaan.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Donasi 200/klik iklan, untuk membantu perkembangan Buddha Dhamma