Senin, 28 Juni 2010

Intisari II

INTISARI AGAMA BUDDHA
Merupakan karya tulis Ven. Narada Mahathera
dengan judul asli “ Buddhism in Nutshell.”
Penerbit : Yayasan Dhamma Phala, Semarang



D H A M M A

Dhamma adalah hukum Abadi yang selalu ada sejak dahulu kala, sekarang dan yang akan datang tanpa dibatasi oleh waktu dan ruang merupakan hukum kebenaran itu sendiri didalam segala sesuatu yang ada dijagat raya ini.

Dan Sang Buddha menemukan dan mengajarkannya menjadi Filsafat dan moral yang penuh welas asih yang diajarkan oleh Sang Buddha tidak menuntut kepercayaan membuta dari para pengikutnya, tidak mengajarkan keyakinan yang bersifat dogma, tidak pula menganjurkan upacara – upacara tahyul, tetapi mengajarkan Jalan Tengah yang mengarahkan manusia pada kehidupan dan pikiran murni untuk memperoleh kebijaksanaan dan kebebasan dari semua kejahatan. Ajaran ini disebut Dhamma dan pada umumnya dikenal sebagai agama Buddha.

Sang Buddha yang penuh cinta kasih telah parinibbana, namun Dhamma nan mulia yang telah Beliau wariskan pada umat manusia masih ada dalam bentuknya yang murni. Sekalipun beliau tidak meninggalkan catatan – catatan tertulis tentang ajaran – ajaran-Nya, tetapi para siswa Beliau yang terkemuka telah merawat ajaran – ajaran Beliau dengan jalan menghafal dan mengajarkannya secara lisan dari generasi ke generasi.

Segera setelah Sang Buddha wafat, lima ratus Arahat yang merupakan siswa – siswa terkemuka, yang ahli dalam Dhamma dan Vinaya ( disiplin ) menyelenggarakan suatu pesamuan untuk mengulang kembali seluruh ajaran Sang Buddha. Yang Mulia Ananda Thera yang memiliki kesempatan istimewa mendengarkan semua khotbah Sang Buddha, membaca ulang Dhamma, sedang Upali Thera membaca ulang Vinaya. Demikianlah Tipitaka dikumpulkan dan disusun oleh para Arahat dalam bentuknya yang sekarang.

Sekitar tahun 83 sebelum Masehi, pada waktu Raja Vattagamani Abhaya memerintah di Srilanka, untuk pertama kalinya dalam sejarah agama Buddha kitab suci Tipitaka dituliskan di atas daun lontar. Kitab suci Tipitaka yang berisikan intisari ajaran Sang Buddha ini diperkirakan tebalnya sebelas kali Bibel. Suatu perbedaan yang jelas antara Tipitaka dan Bibel adalah, yang pertama bukan merupakan suatu perkembangan yang berangsur – angsur seperti yang terakhir.

Sesuai dengan makna yang terkandung dalam katanya maka, Tipitaka berarti “ Tiga Keranjang “, yaitu :

• Vinaya Pitaka, berisi peraturan – peraturan bagi para Bhikkhu – Bhikkhu.

• Sutta Pitaka, berisi kumpulan khotbah Sang Buddha dan beberapa siswa Beliau yang terkemuka.

• Abhidhamma Pitaka, merupakan sistimatika ajaran yang terdapat dalam Sutta Pitaka.



Vinaya Pitaka dianggap sebagai tiang utama kehidupan suci ( tidak kawin ) yang tertua dalam sejarah ( Sangha ) ; berkenaan dengan hukum – hukum dan peraturan – peraturan yang ditetapkan oleh Sang Buddha apabila terjadi suatu pelanggaran dalam ketertiban Sangha. Secara terperinci Vinaya Pitaka menerangkan perkembangan ajaran tahap demi tahap yang didalamnya juga diceritakan tentang riwayat hidup dan pengabdian Sang Buddha. Secara tidak langsung Vinaya Pitaka memberi keterangan yang penting mengenai sejarah kebudayaan, kesenian, pengetahuan dan lain – lain di India waktu itu.

Vinaya Pitaka terbagi dalam lima kitab :

• Vibhanga, yang terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu Parajika Pali dan Pacittiya Pali.

• Khandaka, yang terdiri atas dua jilid, yaitu Mahavagga Pali dan Cullavagga Pali.

• Parivara Pali.



Sutta Pitaka berisi khotbah – khotbah yang diucapkan oleh Sang Buddha sendiri pada berbagai kesempatan. Di dalamnya termasuk juga khotbah beberapa siswa terkemuka Beliau, seperti Yang Mulia Sariputta, Ananda, Moggallana dan lain – lain. Isinya menyerupai buku petunjuk, karena khotbah – khotbah yang terdapat didalamnya diberikan sesuai dengan kesempatan dan watak pendengarnya yang berbeda – beda. Walau nampaknya ada pernyataan – pernyataan yang bertentangan, tetapi janganlah hal tersebut membuat kita salah tafsir. Khotbah – khotbah yang terdapat dalam Sutta Pitaka yang diungkapkan oleh Sang Buddha mempunyai tujuan tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi. Misalnya, berkenaan dengan pertanyaan yang sama tentang “ aku “, pada satu kesempatan Beliau tidak menjawab ( berdiam diri ) bola si penanya itu hanya ingin memuaskan rasa ingin tahunya dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang bodoh. Akan tetapi pada kesempatan lain Beliau memberi jawaban yang terperinci bila Beliau berpendapat, bahwa orang yang bertanya itu benar – benar seorang pencari kebenaran. Sebagian besar khotbah tersebut dimaksudkan untuk para Bhikkhu karena berhubungan dengan kehidupan suci dan uraian tentang Dhamma. Disamping itu, terdapat juga beberapa khotbah yang berkenaan dengan kemajuan materi dan moral umat awam.

Sutta Pitaka terbagi dalam lima nikaya atau kumpulan, yakni :

• Digha Nikaya

• Majjhima Nikaya

• Samyutta Nikaya

• Anguttara Nikaya

• Khuddaka Nikaya



Bagian yang kelima ini terbagi lagi menjadi lima belas buku yaitu :

• Khuddaka Patha

• Dhammapada

• U d a n a

• Itivuttaka

• Sutta Nipata

• Vimana Vatthu

• Peta Vatthu

• Theragatha

• Therigatha

• J a t a k a

• N i d d e s a

• Patisambhidamagga

• A p a d a n a

• Buddhavamsa

• Cariyapitaka



Abhidhamma Pitaka, merupakan bagian yang paling penting dan menarik diantara ketiganya ; berisi filsafat ajaran Sang Buddha yang dalam, berbeda dengan khotbah – khotbah yang gamblang dan sederhana dalam Sutta Pitaka. Dalam Sutta Pitaka terdapat ajaran yang biasa ( Vohara – desana ) sedang didalam Abhidhamma Pitaka kita dapatkan ajaran – ajaran yang mendalam / mutlak ( Paramattha – desana ).

Abhidhamma Pitaka merupakan buku penuntun yang amat diperlukan bagi mereka yang bijaksana ; suguhan intelektual bagi mereka yang batinnya telah berkembang ; makanan rohani bagi ilmuwan – ilmuwan yang melakukan penelitian. Kesadaran diterangkan, pikiran dianalisa dan digolongkan, terutama dari sudut pandangan etika. Bentuk – bentuk batin diuraikan, susunan tiap – tiap bentuk kesadaran dijelaskan secara terperinci. Pikiran – pikiran yang timbul diuraikan dengan seksama, persoalan – persoalan yang menarik bagi umat manusia namun tak mempunyai kaitan dengan penyucian batin dikesampingkan.

Materi ( rupa ) diterangkan secara ringkas ; kesatuan dasarnya, sifatnya, sumbernya, hubungannya antara batin dan materi.

Abhidhamma meneliti batin dan materi ( dua faktor gabungan dari apa yang disebut makhluk ), untuk membantu memahami segala sesuatu sebagaimana adanya dan suatu sistem filsafat telah dikembangkan di atas tema – tema tersebut. Berdasarkan filsafat tersebut, dikembangkan suatu sistem etika, untuk memahami tujuan mutlak ( Nibbana ), yang merupakan cita – cita semua umat Buddha.

Abhidhamma Pitaka terdiri atas tujuh buku, yaitu :

1. Dhammasangani

2. V i b h a n g a

3. Katha Vatthu

4. Puggala Pannatti

5. Dhatu Katha

6. Y a m a k a

7. P a t t h a n a



Dari Tipitaka orang seakan – akan mendapatkan “ Susu bagi bayi dan daging bagi orang dewasa “, karena ajaran Sang Buddha bermanfaat untuk orang awam dan juga untuk para cendekiawan. Dhamma nan mulia yang terdapat dalam Tipitaka ini berhubungan dengan kebenaran dan fakta – fakta, tidak dengan teori – teori dan filsafat yang pada hari ini diterima sebagai kebenaran tapi dapat disangkal keesokan harinya. Sang Buddha tidak membabarkan filsafat baru yang mengherankan, juga tidak menciptakan ilmu pengetahuan baru. Beliau menerangkan kepada kita apa yang ada di dalam dan di luar diri kita yang berkaitan dengan kebebasan dan pada akhirnya Beliau membabarkan Jalan Kebebasan yang benar – benar unik.

Schopenhauer dalam bukunya “ World as Will and Idea “ menerangkan tentang penderitaan dan sebabnya dalam pengertian orang Barat. Walaupun Spinoza tidak menyangkal adanya suatu pribadi – kekal ( atta ), namun ia menyatakan bahwa seluruh fenomena kehidupan bersifat tidak kekal. Menurut pandangannya, kesengsaraan dapat diatasi “ dengan menemukan sesuatu yang tidak berubah, tidak bersifat sementara, melainkan yang bersifat kekal, abadi “. Berkeley membuktikan bahwa apa yang disebut inti – atom ( atom yang tak dapat dibagi ) adalah suatu khayalan metafisik. Setelah menyimpulkan bahwa kesadaran terdiri dari keadaan – keadaan batin yang berlalu dengan cepat. Prof James menyajikan teori arus kesadaran.

Sang Buddha telah menerangkan ajaran-Nya tentang ketidak – kekalan ( anicca ), penderitaan ( dukkha ) dan tiada pribadi yang kekal ( anatta ) ini sekitar dua ribu lima ratus tahun yang lampau ketika mengembara di lembah sungai Gangga.

Sang Buddha tidak mengajarkan semua yang Beliau ketahui. Suatu ketika Sang Buddha sedang melewati sebuah hutan, Beliau mengambil segenggam daun dan berkata : “ O para Bhikkhu, apa yang telah Ku-ajarkan dapat dibandingkan dengan daun – daun di tangan-Ku, sedang apa yang belum Ku-ajarkan dapat dibandingkan dengan banyaknya daun – daun dalam hutan ini “.

Sang Buddha mengajarkan apa yang Beliau anggap mutlak perlu bagi penyucian batin manusia tanpa membedakan antara ajaran esoteris dan eksoteris. Beliau hanya berdiam diri kalau pertanyaan – pertanyaan yang diajukan tidak berkaitan dengan misi-Nya yang mulia.

Tak dapat diragukan bahwa agama Buddha berjalan sesuai dengan ilmu pengetahuan, namun demikian keduanya harus dianggap sebagai ajaran – ajaran yang saling melengkapi, karena yang satu pada pokoknya hanya berkenaan dengan kebenaran – kebenaran materi sedang satunya lagi terbatas pada kebenaran – kebenaran spiritual. Masing – masing memiliki bidangnya sendiri.

Dhamma yang Beliau ajarkan tidak harus disimpan dalam buku – buku, juga bukan suatu hal yang harus dipelajari dari sudut historis atau literatur. Sebaliknya, Dhamma harus dipelajari, dihayati dan dilaksanakan dalam kehidupan kita sehari – hari, karena tanpa pelaksanaan kita dapat mencapai kebenaran.

Dhamma dapat dibandingkan dengan sebuah rakit yang dapat dipakai untuk melepaskan diri dari lautan kelahiran dan kematian ( Samsara ). Agama Buddha tidak dapat semata – mata dikatakan sebagai filsafat belaka, karena agama Buddha tidak hanya “ Cinta kebijaksaan. Filsafat hanya berkenaan dengan pengetahuan dan tidak berhubungan dengan praktek ; Sedangkan agama Buddha memberikan tekanan khusus pada praktek dan pencapaian.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Donasi 200/klik iklan, untuk membantu perkembangan Buddha Dhamma