Kamis, 17 Juni 2010

Harsa

Harsa Vardhana adalah seorang penakluk terkenal yang hidup sekitar enam abad setelah Kaniska. Ia telah berperang terus menerus selama tiga puluh enam tahun sebelum berhasil menyatukan seluruh India di bawah satu pemerintahan. Setelah cita – citanya tercapai ia mengabdikan dirinya untuk terjaminnya keamanan, perdamaian dan kemakmuran negaranya.

Harsa menjadi penyokong dan pelindung utama bagi lembaga – lembaga pendidikan dan bagi mereka yang ingin belajar. Bana, seorang penyair terkenal bekerja di istananya, sedangkan Harsa sendiri menulis cerita drama yang dikemudian hari menjadi terkenal. Tiga buah cerita drama dalam bahasa Sansekerta, yaitu Nagananda, Ratnavali dan Priyadarsika dianggap orang sebagai karya dari Harsa ; meskipun ada beberapa orang cerdik pandai yang meragukan hal tersebut. Drama Nagananda menceritakan sebuah legenda dari Jimutavahana ( seorang Bodhisatva yang berjalan di atas awan ) yang kemudian mengorbankan dirinya kepada seekor naga.

Ia menolak untuk dinobatkan menjadi raja ketika dua orang kakaknya meninggal dunia dan tahta kerajaan kosong. Keinginan satu – satunya adalah untuk menjadi seorang petapa. Tetapi situasi dan kondisi telah memaksanya untuk menerima tahta dari kerajaan Thaneswar dan Kanauj ; kemudian ia melancarkan peperangan untuk menaklukkan seluruh daratan India. Hal ini merupakan kebutuhan politik dan sosial budaya yang mendesak di zaman itu. Ia mengambil tanggung jawab yang berat tanpa ingin menyandang gelar sebagai raja.

Dari catatan Yuan Chwang dapat dibaca, bahwa Harsa menjadi sangat terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa, ketika pada suatu hari para menteri datang dan mohon kepadanya untuk menduduki tahta kerajaan ketika seorang kakaknya, Rajya Vardhana, mangkat. Ia pergi berkunjung ke patung Bodhisatva Avalokitesvara di pinggir sungai Gangga, untuk mohon petunjuk. Menurutnya, adalah keinginan Sang Bodhisatva bahwa ia harus mengabdikan diri kepada urusan pemerintahan dan agama Buddha ; dan tidak boleh menjadi raja. Dengan keinginan tulus, hanya untuk mengabdi kepada negara dan agama, Harsa menjadi kepala pemerintahan, tetapi ia menolak untuk memakai sebutan Maharaja. Ia hanya ingin dipanggil sebagai Raja putra atau Siladitya.

Ayahnya, Maharajadhiraja Prabhakara Vardhana, adalah seorang pemuja matahari ; kakaknya yang tertua dan kakak perempuannya adalah penganut agama Buddha yang saleh. Harsa bukan saja memuja matahari dan berbakti kepada agama Buddha, tetapi ia juga menghormat kepada Siva. Ia mendirikan kuil – kuil untuk para pemuja Siva disamping membangun vihara – vihara untuk Sangha ( dari agama Buddha ). Ia sangat toleran terhadap semua agama yang dianut di negerinya, sehingga seringkali timbul kebingungan di antara para cerdik pandai tentang agama apa sebenarnya yang dipeluk Harsa.

Dari hal – hal yang dapat terlihat dari penghidupannya, jelas terlihat bahwa agama Buddha saja yang benar – benar dapat memuaskan kebutuhan spiritualnya. Tetapi karena rasa hormat yang mendalam kepada leluhurnya, ia juga meneruskan tradisi pemujaan kepada para dewa. Namun hal ini tidak mengurangi baktinya kepada agama Buddha yang menurut pendapatnya tidak tertandingi kebagusannya.

Oleh karena itu, meskipun ia memuja dewa Matahari dan dewa Siva, agama yang dianut Harsa adalah agama Buddha. Ia menjadi penyokong yang kuat dari Universitas Nalanda, bahkan ia membangun sebuah vihara besar dan menempatkan patung Buddha di tempat itu. Ia juga membangun beribu – ribu stupa di sepanjang sungai Gangga.

Diberitakan, ketika berusia muda Harsa adalah penganut agama Buddha Theravada golongan Sammitiya, tetapi karena terpengaruh oleh Yuan Chwang ia kemudian beralih ke ajaran Buddha Mahayana. Salah satu tanda penting dari penghidupan keagamaan di India di abad ke 7 Masehi adalah keadaan yang kritis yang disebut “ Puranic Hindusism “ ( agama Hindu Ortodoks ) atau “ Neo Hindu ism “ yang memberi tekanan tentang pemujaan patung dan system kasta yang ketat, yang menjadi sebab timbulnya rasa saling benci diantara para Brahmana dan umat Buddha. Tetapi pihak istana tidak memihak dan sokongan kepada agama adalah sama. Yuan Chwang mencatat bahwa di tempat peristirahatan raja setiap hari disediakan makanan untuk 1.000 orang bhiksu dan 500 orang Brahmana.

Pekerjaan sosial kemanusiaan yang dilakukan Harsa mengingatkan kita kepada apa yang pernah dilakukan Raja Asoka. Misalnya, ia melarang penyembelihan binatang untuk disantap. Juga mengikuti contoh yang dilakukan Asoka, ia membangun Dharmasala di mana para fakir miskin dan mereka yang sakit dapat memperoleh makanan, minuman dan obat – obatan dengan Cuma – Cuma. Bahkan diceritakan bahwa “ Raja sampai lupa makan dan tidur dalam pengabdiannya kepada hal – hal yang mulia. “

Kejadian yang sangat penting dalam pemerintahan Harsa adalah datangnya seorang peziarah Cina, Yuan Chwang, ke India. Ia berkenalan di India dari tahun 630 sampai 644 Masehi. Harsa untuk pertama kali bertemu dengan Yuan Chwang di Kajangala dekat Rajamahal dalam perjalanan pulang sehabis menaklukkan Orissa.

Harsa menjamu Yuan Chwang dengan penuh rasa hormat dan keramah tamahan yang luar biasa. Ia mengajak Yuan Chwang pergi ke Kanauj, dimana ternyata berkumpul tamu – tamu terhormat untuk menyambut kedatangan Yuan Chwang. Di antara tamu yang menyambut terdapat Bhaskaravarma, raja dari kamrup, dan banyak lagi kepala pemerintahan dari negara taklukkan Harsa. Juga hadir 4.000 orang rohaniawan yang terpelajar, 1.000 orang bhikksu / bhikkhu dari Universitas Nalanda dan 3.000 orang pemuka agama jain dan Brahmana ortodoks.

Yuan Chwang diangkat menjadi Pemimpin Upacara dan sebuah patung Buddha dari emas setinggi Raja Harsa sendiri ditempatkan di menara yang tingginya seratus kaki. Penghormatan kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dilakukan dengan khidmat dan dengan penuh kemegahan. Pertemuan tersebut berlangsung selama dua puluh satu hari dan pada hari penutupan terjadi percobaan pembunuhan atas diri Harsa, yang untung saja dapat dihindarkan.

Setelah pertemuan tersebut berakhir, Harsa membawa tamu terhormatnya ke Prayag, yaitu tempat bertemunya air sungai Gangga dengan air sungai Yamuna. Sudah menjadi kebiasaan dari Raja Harsa selama tiga puluh tahun untuk lima tahun sekali mengadakan pertemuan dan upacara di tempat bertemunya air sungai Gangga dengan air sungai Yamuna. Dan pertemuan ini merupakan yang keenam kalinya. Yuan Chwang secara terperinci memberi gambaran tentang upacara megah yang diselenggarakan di tempat itu. Upacara ini dihadiri oleh raja – raja taklukkan Harsa, para cerdik pandai yang terkenal dan tokoh – tokoh dari semua agama yang terdapat di India dan berlangsung selama tujuh puluh lima hari.

Pada hari pertama diberi penghormatan kepada Sang Buddha. Pada hari kedua dan ketiga patung dewa Matahari dan dewa Siva dipuja. Pada kesempatan itu Harsa lalu menyumbangkan seluruh harta kekayaannya untuk keperluan sosial keagamaan. Setelah itu ia mohon kepada saudara perempuannya, Rajyasri, untuk memberinya pakaian bekas. Pakaian bekas ini dipakai kemudian Harsa memuja kepada “ Buddha dari sepuluh alam. “

Setelah menghadiri upacara di Prayag, sepuluh hari kemudian Yuan Chwang mohon diri dari raja Harsa dan ia kembali ke Cina melalui jalan darat. Raja Harsa menugaskan Bhaskaravarma dengan sejumlah tentara untuk mengawal dan memberi perlindungan kepada Yuan Chwang hingga tiba dengan selamat di perbatasan negara.

Harsa membuka hubungan diplomatik dengan Kaisar Cina. Ia mengirim utusan disertai surat kepercayaan kepada Kaisar Cina. Sebaliknya Cina mengirim utusan balasan disertai hadiah – hadiah yang diterima Harsa dengan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam. Pertukaran utusan ini antara India dan Cina di zaman Raja Harsa adalah buah dari persahabatan yang tulus antara raja Harsa dengan Yuan Chwang dan merupakan momentum dalam sejarah hubungan persahabatan India dan Cina berdasarkan saling percaya dan saling menghormati.



Sumber :
PAHLAWAN DHAMMADUTA
Disusun oleh Maha Pandita Sasanacariya Sumedha Widyadharma
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Sangha Dhammacakka, Jakarta
Cetakan Pertama, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Donasi 200/klik iklan, untuk membantu perkembangan Buddha Dhamma