Kamis, 17 Juni 2010

Nalanda

Di zaman India kuno pendidikan diberikan hanya kepada mereka yang tergolong kasta Brahmana. Keadaan yang dianggap pincang inilah yang menjadi tenaga pendorong utama munculnya agama-agama baru, yaitu agama Buddha dan agama lain. Kedua agama ini menentang otoritas dari kitab suci Veda dan kedua-duanya menentang ketentuan, bahwa hanya orang dari kasta Brahmana saja yang boleh menjadi rohaniawan (Pedanda).

San Buddha dan Mahavira (dari agama lain) mengajar dengan memakai bahasa yang dipakai oleh rakyat biasa dan mereka memberi pendidikan kepada setiap orang dengan tidak memandang kasta, kedudukan atau seks.

Agama Buddha juga memperkenalkan pendidikan di vihara-vihara, sehingga mempunyai dua fungsi : pertama untuk memberi pendidikan kepada rakyat biasa dan kedua untuk mereka yang mau menjadi bhikkhu. Tetapi vihara hanya mendidik mereka yang menjadi umatnya (anggotanya) dan berdiam dibawah satu atap; tidak menerima orang luar. Sementara itu perubahan besar telah terjadi dalam kehidupan politik yang membawa dampaknya pada pendidikan.

Terbentuknya dinasti kerajaan Nanda pada tahun + 413 S.M. dan dinasti Mauryas yang lebih berkuasa lagi 40 tahun kemudian menggoncang dasar kehidupan politik dan kebudayaan dari Veda. Para Brahmin dalam jumlah besar meninggalkan pekerjaan mereka yang turun temurun sebagai guru Veda dan mulai mengerjakan berbagai macam pekerjaan yang dahulu tabu bagi mereka. Begitu juga mereka dari kasta Ksatriya telah beralih dari pekerjaan sebagai penguasa, sedangkan kaum Sudra beralih ke pekerjaan yang lebih baik dari apa yang dulu mereka biasa kerjakan. Kedaan ini membuat perubahan mendasar dalam bidang pendidikan. Sekolah-sekolah baru didirikan di kota dan desa. Para pendatang dan mereka yang sudah berkeluarga-pun diterima di lembaga-lembaga pendidikan. Mereka boleh memilih dengan bebas topik yang ingin dipelajari dan tidak lagi terikat kepada kasta dan para guru menerima murid dari semua kasta.

Taxila telah memperoleh reputasi internasional di abad-6 S.M. sebagai pusat pendidikan tentang ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekarang reputasinya makin meningkat. Ia tidak memiliki satu sekolah tinggi atau universitas seperti yang kita kenal sekarang, tetapi ia merupakan pusat berkumpulnya gurur-guru yang pandai dan terkenal, dan setiap gugu membentuk kelompok murid sendiri-sendiri. Pendidikan ini mencakup pendidikan tenteng hokum, ilmu kedokteran, dan pengetahuan tentang kemiliteran.

Di abad ke-3 S.M. Agama Buddha mendapat sokongan yang sangat besat dari Raja Asoka, seorang raja India yang sangat terkenal. Setelah Raja Asoka mangkat, agama Buddha menghadapi banyak rintangan dan dalam agama Hindu juga terjadi perubahan. Kira-kira abad ke-1 telah dilancarkan satu gerakan bersama dari orang-orang yang masih hidup berkeluarga, baik yang beragama Buddha maupun yang beragam Hindu. Sebagai hasilnya maka Vihara agama Buddha selain memberi pendidikan agama juga memberi pendidikan yang bukan agama. Dan ini dilangsungkan di tingkat yang rendah, menengah bahkan tingkat yang tinggi.

Nalanda sebagai lembaga pendidikan

Nalanda terletak di Utara Rajgir (Rajagrha), di distrik Patana, Bihar, India. Sejarah Nalanda dapat dijumpai sejak jaman Sang Buddha masih hidup dan Mahavira, pendiri dari agama Jain masih hidup. Menurut catatan yang terdapat di Tibet, seorang ahli filsafat Buddhis terkenal, Nagarjuna, pada abad ke- 3 Masehi pernah beloajar di tempat ini. Tetapi dari penelitian kemudian ternyata bahwa bangunan dari vihara-vihara yang terdapat di Nalanda termasuk dari zaman Gupta (abad 5 Masehi). Kemudian di abad ke 7 seorang Raja yang perkasa dari Kanauj bernama Harsavardhana mempunyai andil yang besar dalam pembangunan Nalanda. Ketika itulah Yuan Chwang dating dari negeri Cina dan belajar ditempat itu selama lima tahun. Selanjutnya I-Tsing dari generasi kemudian pernah belajar di tempat itu selama sepuluh tahun.

Nalanda berkembang pesat di Zaman Pala (abad ke-8 sampai dengan abad ke-12)sebagai pusat studi dari patung-patung keagamaan yang dibuat dari batu dan perunggu.

Menurut catatan para peziarah, sejak zaman Gupta Vihara-vihara di Nalanda dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Dari penggalian yang dilakukan para ilmuwan dapat diketemukan satu deretan dari sepuluh vihara besar yang dibangun dengan memakai batu bata model India, dengan lubang-lubang di atas tembok pekarangan dan jalan masuk utama di satu bagian dan tempat pemujaan (altar) yang berhadapan dengan jalan masuk di seberangnya. Di depan vihara terdapat satu deretan altar atau stupa yang lebih besar, semuanya terbuat dari batu bata dan semen. Kompleks ini sesuai dengan prasasti yang ditemukan disebut Mahavihara atau Vihara Agung.

Selama lima ratus tahun dari abad ke-4 sampai dengan abad ke-8, di bawah pemerintahan dinasti Gupta dan Harsa dan keturunannya merupakan kurun waktu yang penting dalam sejarah India. Kurun waktu itu adalah berkembangnya ilmu pengetahuan, matemtika dan astronomi dari Universitas Nalanda dan Valabhi. Universitas Nalanda ditopang keberadaannya oleh enam generasi dari kerajaan Gupta. Lembaga ini mempunyai beribu-ribu guru dan pelajar yang semuanya dibiayai keperluannya dari penghasilan lebih dari 200 desa.

Karena kemasyurannya, Nalanda menarik perhatian orang-orang asing, tetapi untuk dapat diterima menjadi siswa ternyata tidak mudah. Ini disebabkan karena tes masuknya susah, sehingga hanya 2 atau 3 orang saja yang diterima dari sepuluh orang yang ingin masuk pendidikan. Lebih dari 1.500 orang guru tiap hari membahas lebih dari 100 macam makalah. Yang dibahas meliputi hal-hal tentang Veda, matematika, tata bahasa, filsafat, astronomi dan ilmu pengobatan.

Pusat-pusat ajaran Sang Buddha yang lain setelah jaman Gupta berada di Vikramasila, Odantapuri dan Jagaddala.

Pencapaian dalam ilmu pengetahuan juga sangat pesat. Ilmuwan Aryabhata di abad ke 5 merupakan yang terbesar di zamannya dalam ilmu matematik. Aryabhata adalah orang yang untuk pertama-kalinya memperkenalkan pemakaian 0 (nol) dan desimal.

Varahamira dari zaman Gupta, adalah seorang ilmuwan yang terkenal dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti kebudayaan, seni pertanian, astronomi, ilmu kemiliteran dan ilmu bangunan.

Ilmu kedokteran juga berkembang dengan pesat. Pada zaman itu adalah delapan ilmu kedokteran, termasuk ilmu bedah dan ilmu kesehatan anak yang dipraktikkan oleh para dokter. Inilah perkembangan dalam ilmu pengetahuan sampai pada masa penyerbuan kaum Muslim ke India.

Ketika berada di India, Yuan Chwang, seorang bhiksu Mahayana yang terpelajar, belajar filsafat India, Agama Buddha dan Brahmanisme di berbagai vihara, sendiri-sendiri atau di bawah bimbingan guru India yang termasyur di zaman itu. Ia membuat catatan khusus tentang dua lembaga pendidikan yang sangat terkenal di India, yaitu Nalanda di bagian Timur dan Valabhi di bagian Barat India yang menjadi pusat agama Buddha aliran Theravada

Tetapi mengenai Nalanda yang menjadi pusat dari agama Buddha aliran Mahayana ia membuat catatan yang agak terperinci. Di Nalanda Yuan Chwang mempelajari filsafat Yoga di bawah bimbingan kepala lembaga, yaitu Silabhadra selama lima tahun.

Dengan memiliki jurusan yang beraneka ragam, tempat kuliah yang memadai, perpustakaan, tata tertib untuk penerimaan mahasiswa baru dan kehadirannya pada kulia-kuliah, tingkah laku dan disiplin para mahasiswa ( dengan sanksi yang terperinci tentang pelanggaran) dan system yang lengkap dari administrasi akademik, Nalanda menjadi sebuah lembaga pendidikan raksasa yang terdapat di Vihara. Tentang bagaimana besarnya Nalanda dapat dinilai dari catatan Yuan Chwang, bahwa Nalanda ini menurun di zaman I-Tsing ( + tahun 685) hingga lebih sedikit dari 3.000 mahasiswa.

Diberitakan bahwa tiap hari disiapkan seratus buah mimbar untuk memberi kuliah dan mengadakan diskusi. Ruang lingkup studi meliputi hal-hal mengenai agama (agama Buddha dan/atau Brahmanisme) dan mengenai non agama; para mahasiswa boleh melakukan pilihannya sendiri.

Para bhiksu yang berjumlah 10.000 orang semua mempelajari agama Buddha Mahayana dan segala sesuatu yang termasuk dalam 18 sekte, bahkan juga buku-buku lain seperti Veda, Hetavidya, Sabdavidya, Cikitsavidhya, ajaran tentang majig (Athara Veda) dan Sankhya disamping secara mendalam menyelidiki buku-buku lain. Terdapat 1.000 orang yang berkemampuan menerangkan 20 kumpulan Sutra, 500 orang barangkali 10 orang, termasuk Guru Dhamma yang dapat menjelaskan 50 kumpulan Sutra. Hanya Silabhadra sendirilah yang telah mempelajari mengerti seluruhnya.

Selanjutnya tata bahasa dari bahasa Sansekerta merupakan mata pelajaran pokok yang harus dikuasai untuk menjadi sarjana. Mengenai ini I-Tsing menulis “ Para penerjemah ‘dulu' jarang menceritakan kepada kami tentang tata bahasa dari bahasa Sansekerta. Sekarang aku yakin bahwa dengan menguasai tata bahasa dari bahasa Sansekerta kami dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dulu kami hadapi.

Nalanda juga menjadi terkenal karena “ pendidikan melalui diskusi”. Mereka menghubungkannya kembali kepada tradisi India kuno yang sudah membudaya dalam pendidikan di vihara, yaitu kembali kepada cara-cara yang lama, yaitu belajar dari mulut ke mulut. Lembaga pendidikan ini menarik pelajar-pelajar dari seluruh India, bahkan ada yang datang dari Timur Jauh dan juga dari Tibet. Dengan belajar dan berdiskusi membuat waktu berlalu dengan cepat. Topik pembahasan yang tidak dibatasi dan pembahasan yang terbuka yang dipraktikkan di Nalanda dan di lembaga-lembaga pendidikan lain di vihara-vihara memberi sumbangan yang sangat besar sehingga terjadi proses pembauran dari pemikiran dan kebudayaan mengenai agama Buddha dan Brahmanisme yang dapat menggugah rasa ingin tahu tentang wajah dari periode terakhir dari sejarah India kuno.

Nalanda telah mencapai puncak kemasyurannya sebagai lembaga pendidikan tinggi di abad ke – 6, tetapi harus menyerah ketika ada penyerbuah dari kaum Muslim dari Bihar pada + tahun 1197 Masehi. Hal ini dapat diketahui dari catatan waktu itu oleh Minhaz yang menceritakan tentang pembantaian besar-bersaran dari para bhikkhu.

Lambang dari Nalanda terdiri dari :
Bagian atas : Dharmacakra dengan masing-masing seekor rusa di kedua sisinya.
Bagian bawah : ada tulisan yang berbunyi :
Sri-Nalanda-Mahavihariya-Arya-Bhiksusamghasya.



Sumber :
PAHLAWAN DHAMMADUTA
Disusun oleh Maha Pandita Sasanacariya Sumedha Widyadharma
Diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Sangha Dhammacakka, Jakarta
Cetakan Pertama, 1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Donasi 200/klik iklan, untuk membantu perkembangan Buddha Dhamma